Beranda | Artikel
Bantahan Para Ulama terhadap Jahmiyah
12 jam lalu

Bantahan Para Ulama terhadap Jahmiyah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Syarhus Sunnah karya Imam Al-Barbahari Rahimahullah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Iqbal Gunawan, M.A Hafidzahullah pada Rabu, 14 Jumadil Awal 1447 H / 5 November 2025 M.

Kajian Islam Tentang Bantahan Para Ulama terhadap Jahmiyah

واعلم رحمك الله أن أهل العلم لم يزالوا يردون قول الجهمية

Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwasanya para ahli ilmu (ulama) senantiasa membantah pendapat Jahmiyah.

Sampai pada masa Khilafah Bani Abbas, orang-orang pandir dan bodoh mulai berbicara dalam perkara umat. Mereka menikam atsar-atsar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berpegangan pada qiyas (analogi) dan ra’yu (akal/pendapat pribadi). Mereka juga mengafirkan orang-orang yang menyelisihi pendapat mereka.

Penyimpangan Pokok Jahmiyah

Jahmiyah adalah pengikut Jahm bin Safwan yang menyebarkan pemikiran menyimpang. Di antara penyimpangan mereka yang paling populer adalah menolak bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berbicara. Oleh karena itu, mereka menolak Al-Qur’an sebagai Kalamullah (firman Allah), dan menyatakan Al-Qur’an adalah makhluk.

Kelompok Jahmiyah bahkan menolak semua nama dan sifat Allah ‘Azza wa Jalla. Mereka tidak mensifati Allah kecuali dengan al-wujudul mutlaq (Allah ada secara mutlak), tanpa nama dan tanpa sifat.

Mereka juga menyimpang dalam bab iman dengan paham Murji’ah . Mereka berpendapat bahwa iman cukup hanya dengan mengetahui adanya Allah ‘Azza wa Jalla. Merenurut mereka, seorang Muslim tidak perlu beramal ataupun meninggalkan maksiat; selama ia mengetahui bahwa Allah ada, maka itu sudah cukup untuk menyelamatkannya dari neraka.

Penisbatan Jahmiyah merujuk kepada penyebar pemikirannya, Jahm bin Safwan, meskipun ia mengambil dari Ja’ad bin Dirham, yang mengambil dari Thalut, seorang Yahudi, yang mengambil dari Labid bin A’sham, yang menyihir Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Pemikiran Jahmiyah sangat berbahaya, di antaranya:

  • Mengingkari kekalnya surga dan neraka.
  • Mengingkari Shirath (jembatan di atas Jahanam).
  • Mengingkari Mizan (timbangan) amal.

Jahmiyah disebut sebagai sekte paling berbahaya dalam perkara aqidah. Sejak dahulu, para ulama telah menulis buku-buku bantahan atas penyimpangan mereka, seperti kitab Ar-Rad ‘alal Jahmiyyah karya Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, Ar-Rad ‘ala Bisyr Al-Marisi karya ‘Utsman bin Sa’id Ad-Darimi, Bayan Talbisil Jahmiyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Ijtima al-Juyusy al-Islamiyyah alal Muthilah wal Jahmiyah karya Ibnul Qayyim rahimahullah. Syubhat-syubhat Jahmiyah ini masih disebarkan hingga hari ini.

Dukungan Penguasa dan Kekacauan Akidah

Imam Albarbahari menyebutkan bahwa ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah senantiasa membantah Jahmiyah. Namun, pada masa Khilafah Abbasiyah, khususnya di zaman Khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tasim, dan Al-Watsiq, justru ketiga khalifah ini mendukung kelompok Jahmiyah. Mereka mendukung tokoh-tokoh Jahmiyah, serta menangkapi, menyiksa, memenjarakan, bahkan membunuh para ulama yang menentang Jahmiyah.

Kondisi kaum Muslimin saat itu berada dalam kekacauan, dan aqidah yang benar menjadi semakin samar. Mulailah orang-orang yang tidak memiliki ilmu berbicara tentang masalah agama, padahal mereka tidak pantas. Hal ini termasuk salah satu tanda kiamat.

Padahal perkara-perkara besar yang berkaitan dengan masalah umat secara umum seharusnya dikembalikan kepada para ulama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ…

“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka langsung menyebarkannya. Padahal, kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri (orang-orang yang berwenang) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri).” (QS. An-Nisa [4]: 83)

Siapa pun yang berbicara dalam perkara yang bukan keahliannya, ia akan mendatangkan sesuatu yang aneh. Dalam perkara duniawi saja orang-orang selektif dalam memilih siapa yang berbicara, tetapi ketika masuk perkara agama, semua orang berani berbicara. Inilah yang menyebabkan kekacauan dalam agama, karena setiap orang berani berbicara tanpa menuntut ilmu langsung dari para ulama.

Penolakan Hadits dan Penggunaan Akal yang Batil

Orang-orang Jahmiyah dan pengikut mereka menikam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hingga kini, mereka mengatakan bahwa hadits Ahad (yang tidak diriwayatkan secara mutawatir) tidak diterima dalam perkara aqidah . Dengan dalih ini, mereka membantah semua perkara ghaib yang menurut mereka tidak mutawatir, seperti:

  • Azab kubur.
  • Adanya Mizan (timbangan).
  • Adanya Shirath (titian).

Mereka menggunakan akal mereka dalam perkara-perkara ghaib tentang sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla.

Mereka menggunakan qiyas (analogi) dan mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka.

Mereka menggunakan qiyas (analogi) yang batil dalam perkara aqidah. Padahal qiyas digunakan dalam perkara ijtihadiah atau fikihiah (fikih), tetapi dalam masalah aqidah yang bersifat tauqifiah (paten), yang digunakan adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ (konsensus). Aqidah adalah menerima langsung (at-talaqqi) dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan kesepakatan para sahabat Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu.

Keterpengaruhan Umat dan Jalan Keselamatan

Akhirnya, banyak orang jahil, lalai, dan tidak berilmu yang terpengaruh dengan syubhat-syubhat Jahmiyah. Mereka terpengaruh oleh pemikiran yang didukung penguasa saat itu. Rakyat dipaksa mengikuti tokoh-tokoh Jahmiyah. Banyak yang terjatuh dalam kekufuran tanpa sadar karena mengikuti tanpa ilmu dan tanpa dalil, bahkan keluar dari Islam dan terjatuh kepada kekufuran dan kemunafikan. Mereka tersesat dari berbagai sisi, dengan munculnya aliran-aliran sesat seperti Qadariyah, Jahmiyah, Murji’ah, dan Jabariyah, yang semakin tersebar karena dukungan penguasa.

“Kecuali orang-orang yang tetap teguh di atas perkataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan perintahnya serta perintah para sahabatnya.”

Akan selalu ada sekelompok umat ini yang kokoh di atas Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, meskipun dipenjara, disiksa, atau diancam. Salah satunya adalah Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah yang tetap teguh untuk tidak mengatakan Al-Qur’an itu makhluk.

Mereka yang selamat tidak melampaui keyakinan dan riwayat dari para sahabat. Mereka mengikuti apa yang mereka dapati dari para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan yakin bahwa para sahabat berada di atas agama yang lurus dan benar.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah merekomendasikan para sahabatnya:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup di zamanku (yaitu para sahabat), kemudian orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan tentang perpecahan umat, beliau ditanya, “Siapa yang selamat?” Beliau menjawab:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“Apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.” (HR. Tirmidzi)

Agama yang benar adalah agama yang dijalani, diyakini, dan diajarkan oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ketika kelompok Jahmiyah semakin kuat dengan dukungan para khalifah saat itu. Mereka mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi pendapat mereka, sama seperti kelompok sesat lainnya (Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah) yang sangat mudah mengkafirkan yang tidak setuju.

Mereka juga menolak sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla, dan menolak adanya surga dan neraka saat ini. Mereka berdalih surga dan neraka belum ada. Padahal, Al-Qur’an menjelaskan surga sudah:

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 133)

Dalam perkara takdir, mereka menganut paham Jabariyah , yang menyatakan bahwa manusia tidak punya kehendak dan pilihan, digerakkan seperti bulu yang diterbangkan angin atau daun yang jatuh. Keyakinan sesat ini membuat banyak manusia tersesat, jatuh dalam perpecahan, dan membuat banyak bid’ah baru.

Jaminan Allah dan Solusi Kembali kepada Sunnah

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjamin untuk menjaga agama ini. Akan terus ada kelompok dari umat ini yang menjaganya dan tidak akan dibahayakan oleh orang yang menyelisihi mereka, hingga menjelang hari kiamat. Mereka adalah orang-orang yang terus mengikuti petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mengikuti Al-Kitab dan Sunnah, serta apa yang diriwayatkan dari para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in.

Allah ‘Azza wa Jalla memuji mereka dalam Al-Qur’an:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ…

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik…” (QS. At-Taubah [9]: 100)

Kita tidak bisa menjadi As-Sabiqunal Awwalun dari Muhajirin dan Anshar karena masa mereka telah berlalu. Namun, semua dapat masuk dalam kelompok ketiga, yaitu orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Ini adalah kelompok yang diridhai Allah dan mereka pun ridha kepada Allah.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpesan: “Siapa pun yang akan panjang umurnya di antara kalian, pasti akan menemui perpecahan yang sangat banyak.”

Ketika beliau menyebutkan perpecahan umat, beliau langsung memberikan solusi:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ

“Maka, kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi geraham, dan jauhilah perkara-perkara baru dalam agama.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Lihat: Hadits Arbain 28 – Mendengar dan Taat Kepada Penguasa

Solusinya adalah kembali kepada Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Sunnah para Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu). Jika kembali kepada Sunnah yang satu, umat akan bersatu. Perkara-perkara baru (muhdatsat) dalam aqidah dan ibadah membuat kelompok umat menjadi berpecah-pecah. Tidak ada pilihan lain untuk selamat dari kesesatan sekte-sekte menyimpang selain dengan mengikuti Sunnah Nabi dan Sunnah para Khulafaur Rasyidin.

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55765-bantahan-para-ulama-terhadap-jahmiyah/